Rabu, 15 April 2009

NU Dan Kebangkitan Islam Indonesia

Yus: Siapa saja ketiga unsur yang Kiai maksud?MFM: Pertama, kalangan professional terdidik yang memiliki kemampuan dan komitmen pengabdian, sebagai gugus andalan pelayanan umat garda depan, di semua lini; mulai pusat sampai di tingkat kepengurusan akar rumput. Komponen ini akan lebih baik kalau bisa mencapai 70% dari keseluruhan pengurus NU. Komponen kedua, adalah para ulama/ kyai yang berwawasan kepemimpinan (qiyadah) dan pengayoman (riayah), sebagai jangkar keutuhan serta integritas moral/ akhlaq Jam’iyah, mulai dari tingkat paling bawah sampai dengan tingkat teratas. Karena keterbatasan manusia pilihan ini, dengan 25% saja dari keseluruhan kepengurusan kita sudah sangat bersyukur. Komponen ketiga, yang lebih elite dan khawas adalah gugusan awliya sebagai jangkar spiritual Jam’iyah; yakni orang-orang suci yang kesibukannya hanya berdoa dan berdoa dengan air mata dalam kesunyian malam agar NU dan bangsa ini tetap dalam perlindungan, bimbingan dan ridlo-Nya. Jika komponen ini ada 5% saja dari gugusan kepemimpinan NU, itu sudah sangat mewah. Bahkan hanya 1% atau 0.01 % pun kita sudah merasa tentram. Karena inilah yang secara mendasar membedakan NU dari ormas lainnya. Tanpa kehadiran dan tangis mereka rasanya apalah bedanya NU dengan lainnya. Yus: Itu tadi perihal unsur-unsur kepemimpinan NU. Bagaimana dengan jamaahnya, warganya? Kualifikasi apa yang harus mereka miliki?MFM : Ya, pertama-tama mereka harus faham dan menyadari bahwa mereka adalah warga atau anggota dari sebuah wadah kebersamaan, wadah keumatan yang namanya NU. Yus: Apakah mereka belum memiliki pemahaman dan kesadaran itu?MFM : Jangankan mereka, bahkan elite NU sendiri banyak yang belum. Selama ini kita, dan segenap umat yang disebut Nahdliyin kan hanya merasa NU, karena kebetulan menganut amaliyah keagamaan yang sama: qunut, tahlilan, mauludan, dibaan dsb. Dikiranya ber-NU cukup dengan itu. Tahlilan dsb itu tradisi dan amaliyah keagamaan yang sudah ada ratusan tahun sebelum Mbah Hasyim dan Mbah Wahab bikin NU. NU yang dibikin Mbah Hasyim tidak lain adalah organisasi, wadah kebersamaan bagi para pengamal tradisi dimaksud untuk memikul cita-cita bersama dengan empat agenda kolektif yang saya sebutkan tadi. Jadi ber-NU itu tidak cukup hanya dengan tahlil dan dibaan, atau bahkan ngaji kitab kuning, yang kesemuanya adalah agenda perorangan. Memang, pasti bukan NU kalau ngemohi tahlil dan qunut. Tapi meski sudah tahlil dan qunut kalau belum menyatadkan diri bergabung dalam wadah kebersamaan yang bernama NU juga belum bisa disebut warga NU seperti yang dimaksudkan oleh Mbah Hasyim dan Mbah Wahab. Demikian pula baru bisa disebut pengurus NU, kalau yang diurus juga lebih dari sekedar tahlil dan ngaji. Disebut pengurus NU kalau yang diurus adalah empat agenda di atas untuk kepentingan warganya yang secara kultural adalah ahlul qunut wat tahlil.Yus: Darimana kita musti memulai untuk membangun NU sebagai wadah kebersamaan?MFM : Pertama kita harus lakukan dakwah secara serentak dari Sabang sampai Merauke, kepada penganut kultur keagaman NU agar secara sadar bergabung dalam wadah jamiyah NU. Untuk itu di semua sekolah, pesantren, mushalla dan masjid-masjid Nahdliyin harus segera dibentuk kepengurusan NU. Kita harus NU-kan warga NU. Yang bukan warga NU jangan diganggu. Jangan kita ikuti akhlak orang-orang yang suka nyerobot kepunyaan orang lain. Kita tidak boleh jahat, dengan mengambil hak orang lain. Tapi kita juga tidak boleh ”bodoh” dengan membiarkan orang lain mengambil hak kita. Ingat qaidah Fiqh, La dloror wa la dlirar. Yus: Itu pun terkadang tidak gampangFMF : Di dunia ini tidak ada yang gampang. Tapi ingat, juga tidak ada yang mustahil, kalau kita mau bekerja keras, tidak gampang menyerah. jangan lembek. Man jadda wajada/ Siapa yang bersungguh-sungguh pasti dapat. Itu jaminan Allah! Jangan pernah kita meragukannya!Untuk itu, beri pengertian kepada mereka apa hakikat NU sebagai wadah keumatan. Sebagai organisasi, NU adalah ibarat masjid, masjid virtual (maknawi) yang tidak kasat mata tapi nyata adanya. Bedanya, masjid jasmani yang terbuat dari kayu dan beton adalah tempat kita menunaikan amal saleh perorangan (fardiyah) untuk hablun minallah secara berjamaah; sementara NU sebagai organisasi adalah masjid tempat kita menunaikan amal saleh kolektif (ijtimaiyah) secara berjamaah. Salat saja sebagai agenda perorangan (fardiyah) yang sah dilakukan sendirian, toh kita disuruh berjamah; bagaimana dengan amaliyah kolektif (membangun kejayaan umat) yang tidak mungkin terwujud tanpa kebersamaan? Pastilah jamaah untuk kesalihan sosial jauh lebih diperintahkan dibanding dengan jamaah kesalihan individual. Maka membangun NU sebagai masjid virtual, masjid sosial, bisa lebih besar pahalanya, dibanding membangun masjid material. Dan meramaikan NU sebagai masjid sosial dengan kesalihan sosial, tentunya juga lebih besar keutamaannya, dibanding dengan memakmurkan masjid material dengan kesalihan personal. Sebagai umat Islam yang mengemban cita-cita kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin) mutlak untuk membangun dan memakmurkan kedua masjid tadi. Yus : Pertanyaan terakhir. Bagaimana komentar Kiai tentang pembaharuan yang didengung- dengungkan kalangan Muda NUMFM: Pada dasarnya saya ingin menempatkannya pada agenda Tashwirul Afkar seperti saya singgung di depan. Organisasi keulamaan terbesar di dunia tentunya juga bisa menginspirasi tumbuhnya pemikiran keagamaan yang besar. Tapi, karena tantangan zaman terlalu deras, kelihatannya anak-anak muda kita menjadi terlalu bernafsu. Lalu muncullah tendangan-tendangan yang, ibarat main sepak bola, keluar garis. Saya secara pribadi telah menegurnya.Yus : Apa garis yang membatasi gerak pemikiran-pemikiran itu menurut Kiai?MFM : Menurut saya garis itu cukup jelas. Berfikirlah maju, wahai anak-anak muda, asal tidak sampai mengharamkan yang secara qath’iy dihalalkan, dan menghalalkan yang secara qath’iy diharamkan (ma lam yuhilla haraman atau yuharrimu halalan). Inilah garis yang saya sendiri pegangi, sesuai sabda Rasulullah SAW riwayat Tirmidzi, Al-muslimun ala syuruthihim illa syarthan ahalla haraman atau harrama halalan. Bahwa ada yang berprasangka, maka mudah-mudahan bisa mengurangi dosa saya. Alhamdulillah!Yusuf Suharto( 0321 ) 6236986 / 082894099089Redaksi Majalah ”Nahdlah”, PCNU JombangPimred Website NU Jombang ( www.nujombang.org )Kontributor NU Online

Tidak ada komentar: