Rabu, 29 Oktober 2008

Pondok Gede Bakalan Rame

Meski Bercitra Kampung
Bisnis Properti di Kawasan Pondok Gede 
Berkembang Pesat
 

JAKARTA – Bagi sebagian masyarakat, keinginan membangun rumah baru di tengah kota Jakarta dan dekat dengan pusat kota atau CBD (Central Business District) agaknya harus dipendam dalam-dalam. Pasalnya, harga tanah yang membumbung tinggi sangat tidak memungkinkan. Jangan tanya berapa harga tanah di bilangan Menteng, Kuningan, Slipi. Paling tidak di atas Rp 8 juta per meter. Bahkan kawasan Kelapa Gading yang kini berkembang pesat, per meternya sudah mencapai Rp 4-5 juta. Kalau tabungan pas-pasan, jelas sulit mewujudkan mimpi punya rumah baru. 
Sedikit ke Timur, harga tanah juga tetap masih tinggi. SH sempat terpana seakan tak percaya ketika menanyakan harga rumah yang ditawarkan untuk dijual di kawasan Pengadegan Utara, Jakarta Timur. 
“Luas tanahnya 120 meter dan terpakai seluruhnya untuk bangunan rumah. Memang kondisi bangunan sekitar 80 persen dan sedang kami perbaiki. Kalau Bapak mau beli, kita buka dengan harga Rp 600 juta. Kalau mau kontrak, per tahunnya harganya Rp 20 juta. Silakan Bapak lihat sendiri, kita punya orang yang jaga di sana,“ ujar Pak Sutisna, si empunya rumah yang akan dikontrakkan/dijual itu. 
Apabila bangunan dihargai per meternya Rp 1 juta, maka itu berarti harga tanah per meternya mencapai Rp 4 juta. Bukan main mahalnya! Harga ini bahkan melebihi harga tanah di seputaran Tebet, yang masih bisa didapat dengan harga Rp 1-2 juta per meter. 
Pada akhirnya kawasan pinggiran kota Jakarta, kini menjadi incaran banyak pihak. Tengok saja, Cibubur, Depok, Tangerang, dan Bekasi menjadi alternatif membangun rumah. Namun pesatnya pembangunan rumah di kawasan-kawasan ini membuat harga tanah pun merangkak naik. Cibubur, misalnya, sulit sekali mendapatkan harga tanah di bawah Rp 500.000 meter persegi. Hal yang sama juga bakal ditemui di kawasan Depok, kecuali di pinggiran Depok arah ke Sawangan atau Cimanggis. 

Murah
Bila kita jeli melihat prospek kawasan hunian di seputaran Jakarta, sesungguhnya wilayah Pondok Gede, Bekasi, masih sangat menjanjikan. Tidak terlalu seagresif tetangganya Cibubur yang berkembang sangat pesat dengan pembangunan perumahan elit di sana-sini, kawasan Pondok Gede boleh dikata bergerak relatif lambat. 
Padahal untuk wilayah hunian, Pondok Gede cukup bagus. Pasalnya, harga tanah di sini masih sangat terjangkau. 
Menurut riset harga tanah yang dilakukan oleh Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) pada akhir Desember 2003, di kawasan Jatibening, Jatiwarna, Jatiwaringin, Jatirahayu, Jatimakmur, yang menjadi bagian dari kawasan Pondok Gede, harga tanah berkisar ratusan ribu rupiah. Harga tertinggi hanya ditemui dekat pasar Pondok Gede yang harganya Rp 1 juta hingga Rp 1,2 juta. Selanjutnya, di pinggiran tol harga tanah juga cukup tinggi. 
Seperti di sekitar Perumahan Tamansari Persada Raya dekat dengan exit tol Jatibening, harga tanah berkisar Rp 740-850 ribu. Tetapi selebihnya di bawah Rp 300.000 per meter. 
Bahkan di seputaran Puri Gading dimana terdapat Perumahan Puri Gading yang dibangun oleh developer anak perusahaan Duta Putra Group pimpinan Herman Sudarsono, harga tanah disana masih murah sekitar Rp 73.000 hingga Rp 91.000 per meter. Padahal masuk ke kompleks, harga rumah tipe 36/72 di Perumahan Puri Gading sudah mencapai Rp 70 juta per unit, yang berarti per meternya dihargai lebih dari Rp 450.000. 

Citra
Pengamat properti Panangian Simanungkalit pernah menyatakan, wilayah Pondok Gede sesungguhnya sangat ideal untuk dijadikan kawasan hunian. Alasannya, kawasan ini relatif mudah aksesnya ke Jakarta. Akses tol Jatibening atau Cikampek menurutnya menjadi nilai tambah bagi Pondok Gede. Jika tidak memiliki mobil, jalan raya Pondok Gede yang semakin mulus, dapat menjadi alternatif. 
“Kendalanya hanya pada citra kawasan Pondok Gede yang masih dianggap sebagai wilayah kampung, terisolir. Padahal sekarang tidak lagi demikian. Kalau mau jujur, wilayah ini lingkungannya masih asri dan bersih, dan dekat dengan Jakarta. Sedikit sekali kawasan yang demikian,” ujarnya. 
Pembangunan jalan tol JORR (Jakarta Outer Ring Road) tak pelak lagi membuat kawasan Pondok Gede semakin terbuka. Dan itu membuka akses yang lebih mudah dari dan ke pusat kota Jakarta. 
Faktor akses yang semakin gampang ini pula yang mendorong teman SH yang juga berprofesi sebagai wartawan, berani mengambil rumah di Perumahan Puri Gading, Pondok Gede. 
“Sebentar lagi jalan tol selesai dibangun, jadi saya bisa gampang ke tempat kerja atau ke Jakarta. Mau ke Cibubur juga dekat, begitu juga ke Bekasi tidak sulit. Ketimbang di Depok atau Tangerang, tinggal di Pondok Gede jauh lebih nyaman,” katanya. Rekan tersebut mengambil rumah tipe 36/72 dan merencanakan akan segera menempatinya di bulan Juli mendatang. Informasi yang semakin menguatkan niatnya membeli rumah di sana adalah kawasan Puri Gading dan sekitarnya tidak berpotensi banjir. 
Bagi seorang Pak Lumbanraja, faktor lingkungan yang asri menjadi determinan utama sebelum memutuskan membangun rumah di Pondok Gede. 
“Harga tanah di sini masih murah. Dan yang penting, udaranya masih segar. Polusi belum separah Jakarta. Air juga tidak persoalan karena masih bersih. Buat ditinggali, Pondok Gede sangat cocok,” ucapnya. 
Jika mau diambil perbandingan, masalah kemacetan di Pondok Gede boleh dikata relatif tidak separah Depok. Titik-titik kemacetan hanya berada di seputaran Lubang Buaya, Pasar Pondok Gede dan persimpangan Ratna. Namun terjadinya tidak setiap hari. Ini berbeda dengan kemacetan di Depok yang terjadi di sepanjang Jalan Margonda mulai dari Jalan Tole Iskandar, Terminal Depok, Margonda, dan terus berlanjut hingga Pasar Minggu. Dan itu terjadi setiap hari terutama di pagi dan sore hingga malam hari. Tanpa sadar waktu akan tersita banyak di jalan ketimbang menikmati hidup di rumah.

Tidak ada komentar: