Rabu, 22 Oktober 2008

Da’wah Bukan Perang Saudara


Da’wah memang usaha mengubah dan mencegah kemungkaran serta mengajak kepada kebaikan. Itulah sebabnya da’wah juga termasuk jihad. Tetapi da’wah bukanlah perang saudara. Da’wah merupakan bernasihat kepada kebenaran dan keshabaran agar istiqomah dalam kebenaran tersebut.
Di dunia ini banyak sekali organisasi da’wah dengan berbagai manhajnya. Mereka giat berda’wah. Namun sayangnya, ketika salah satu organisasi da’wah menasihati organisasi da’wah lainnya dengan dalil yang kuat, bahkan sering dalil itu adalah yang umum dikenal, terkadang hal itu malah dianggap penyerangan. Maka aktivis da’wah seperti ini tentulah dipertanyakan niat da’wahnya. Apakah ia berda’wah kepada Islam, ataukah kepada hizb? Apakah ia menganggap da’wah itu nasihat ataukah perang saudara?
Jika ia menganggap da’wah itu adalah nasihat, sebagai orang yang sering berkata agar melihat isi nasihat dan tidak melihat caranya, seharusnya ia tidak berang ketika dinasihati saudaranya. Tetapi terkadang saya melihat bahwa sebagian aktivis da’wah ini begitu berang ketika organisasi da’wahnya disinggung. Bahkan keberangannya itu, terkadang, melampaui batas. Hingga dengan mudahnya menganggap aktivis da’wah lainnya sebagai munafiq, bahkan kafir.
Hal seperti ini mungkin disebabkan mereka menanggapi perkataan saudaranya dengan emosional dan bukan dengan aqal yang sehat dan hati yang jernih. Pengendalian emosi memang sangat diperlukan aktivis da’wah. Berapa banyak orang mempermalukan dirinya sendiri karena kurang memiliki pengendalian emosi yang baik.
Ketika terjadi pembunuhan besar-besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung-gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768)
Pernah juga puteri dari guru kami diejek oleh teman-temannya yang lebih tua. Dikatakan kepada beliau bahwa ayahnya adalah pembela Ahmadiyah dan sebagainya. Mereka mengejek demikian karena Habib Munzir tidak ikut dalam mendemo Ahmadiyah dan tidak membenarkan murid-muridnya untuk berdemo. Demikianlah yang diajarkan oleh Guru Mulya Habib Umar. Maka menangislah Syarifah yang masih berusia sekitar 10 tahun itu. Dia pun mengadu kepada ibundanya. Maka sampailah hal itu ke telinga Habib Munzir. Beliau hanya menangis mengetahui puterinya diejek sedemikian rupa. Beliau siap untuk dicaci-maki, tetapi tidak demikian jika puterinya yang diejek. Namun beliau tidak berang kepada para pengejek itu. Beliau tetap menahan diri. Beliau paham bahwa para pengejek itu belum mengerti tentang ajaran Rasul yang mengajarkan agar bersabar dalam menghadapi fitnah agama. Demikianlah yang dilakukan Imam Bukhori ketika berlaku fitnah terhadap dirinya. Habib Umar pun pernah berkata di bulan Februari 2007 bahwa beliau telah melihat 2 banjir, yaitu banjir air dan banjir fitnah (munculnya berbagai aliran sesat). Namun beliau melanjutkan bahwa akan datang banjir ketiga, yaitu banjir rahmah. Diantara tanda-tandanya adalah semakin luasnya da’wah Majelis Rasulullah, hingga kelak setasiun televisi akan banyak menyiarkan acara Majelis Rasulullah SAW, runtuhnya perekonomian non-Muslim dan bangkitnya perekonomian Muslim. Maka Habib Munzir tetap tenang menghadapi munculnya berbagai aliran sesat, karena beliau yaqin bahwa banjir kedua akan segera diganti dengan datangnya banjir ketiga yang tanda-tandanya sudah semakin nyata. Beliau tidak berang menghadapi ejekan yang menyakiti puterinya. Beliau tetap menahan diri.
Maka tenangkanlah diri kita ketika mendengar atau membaca hal-hal yang mungkin menyinggung perasaan. Jangan sampai perasaan marah menguasai aqal kita dan mengeruhkan hati kita. Semoga Allah menyiramkan keshabaran ke dalam hati kita hingga dapat menyikapi segala hal dengan lebih bijaksana. Aamiin.

Tidak ada komentar: